Alkisah, seseorang terdampar di pulau terpencil. Kapal yang ditumpanginya karam, dan hanya dia yang berhasil hidup setelah terapung-apung di atas pecahan kayu selama lima hari.
Selama di pulau tersebut, tak henti-hentinya ia berdoa pada Tuhan meminta pertolongan. Pagi, siang, sore, hingga tengah malam terus memohon tanpa henti. Sesekali hanya berhenti untuk mencari makan, lalu berdiri di bibir pantai memandang cakrawala. Dia berharap Tuhan mengabulkan dan akan mengirim kapal penyelamat.
Setelah satu minggu tak ada tanda-tanda positif, akhirnya orang ini memutuskan membuat gubuk. Dalam pikirannya, kalau memang sudah takdir harus jadi penghuni di pulau terpencil ini, apa boleh buat? Dikumpulkannya rumbai kelapa untuk atap, serta batang-batang pohon untuk dinding rumah impiannya. Dia bekerja siang-malam sampai rumah itu selesai.
Suatu hari, sepulang dari berburu betapa terkejutnya dia melihat gubuk yang sudah dibangunnya susah payah terbakar habis. Penuh kemarahan, dia berdiri menantang langit.
"Wahai Tuhan, mengapa Engkau tega melakukan ini padaku? Kau tidak kirimkan penolong walau aku telah berdoa tanpa putus. Dan sekarang, saat aku sudah punya rumah dari hasil jerih-payahku, itu pun Engkau hancurkan begitu saja!!!"
Dia begitu marah hingga timbul rasa kebencian pada Tuhan. Sambil menangis putus-asa, ia berjanji tak akan lagi percaya pada Sang Pencipta. "Tuhan tak pernah mendengar doaku," ratapnya.
Dalam kemarahan dan kesedihan, orang ini jatuh tertidur karena lelah seharian mengumpat Tuhan yang sempat dicintainya namun sekarang sangat dibencinya.
Keesokan pagi...
Dia merasa ada yang mengganggu tidurnya. Matanya terpicing karena tak siap menerima cahaya matahari. Seperti ada yang menendang-nendang kakinya? Dia pun menoleh mencari tahu apa yang membuatnya terbangun.
Dilihatnya seorang berseragam kelasi berdiri di dekat kakinya. Dia pun segera bangun. Sambil dipapah, orang ini akhirnya dibawa ke kapal penyelamat. Sempat didengarnya sang kelasi memberi laporan bahwa dia berhasil diselamatkan.
Penuh rasa terima kasih, orang ini kemudian bertanya pada penyelamatnya. "Bagaimana kalian bisa tahu saya terdampar di pulau itu?"
"Kami melihat ada api besar dari kejauhan, dan ternyata datang dari pulau ini. Bukankah kamu sengaja membuat api tersebut sebagai tanda S.O.S ?" jawab sang kelasi.
Orang ini terdiam. Dalam hatinya dia memohon ampun pada Tuhan, "Maafkan aku Tuhan telah menghujat Mu. Seharusnya aku menyadari, bahwa kebakaran itu sesungguhnya merupakan cara Mu menyelamatkan hamba."
Tuhan memang tidak tidur. Terkadang, kita yang tak mengerti cara pertolongan itu bekerja. Dalam duka dan penderitaan, siapa yang tahu kalau sebenarnya itu adalah cara Tuhan menolong kita? Keep the faith :-)
Baca selengkapnya »
No comments:
Post a Comment