Thursday, January 31, 2013
Indonesia Mulai Berani Lawan Amerika?
Amerika Serikat masih tercatat sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Kedigdayaan AS juga tidak diragukan lagi di dunia internasional. Negara Paman Sam ini juga salah satu negara yang memiliki hak veto dalam dewan keamanan PBB.
Diakui, Amerika punya pengaruh cukup besar di berbagai forum internasional. Termasuk dalam perdagangan dunia. Tapi kali ini berbeda, di tengah berbagai upaya menyelamatkan diri dari krisis fiskal, kondisi ekonomi Amerika terpuruk. Berbagai strategi dan upaya menarik dukungan internasional pun dilakukan.
Salah satunya menekan Indonesia atas kebijakan perdagangan yang dinilai AS tidak sesuai dengan aturan internasional. Hubungan dagang Indonesia dan Amerika Serikat sejak akhir tahun lalu merenggang. Pasalnya pihak Paman Sam melaporkan kebijakan pembatasan impor produk hortikultura ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Meski beberapa kali menyatakan pelaporan itu sifatnya tidak konfrontatif dan hanya sebagai ajakan dialog, rupanya perang dingin tetap terasa antara perwakilan kedua negara. Kali ini, Indonesia mulai berani bersebrangan dengan Amerika Serikat. Bertemu dalam sebuah forum yang sama, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Duta Besar Amerika untuk Indonesia Scot Marciel rupanya saling sindir mengenai kebijakan impor.
Dubes AS menyatakan impor seharusnya tidak selalu dimusuhi. Meski tidak secara spesifik merujuk pada kasus yang sedang terjadi dengan Indonesia, Marciel menjelaskan mengapa pihaknya mempermasalahkan setiap upaya proteksi impor.
"Orang bicara perdagangan melulu hanya membahas ekspor. Impor sering dipandang negatif, padahal impor bisa meningkatkan daya saing, bahkan perusahaan yang tidak memiliki saingan akan kehilangan daya kompetitif," kata Marciel saat membuka acara Trade Conference, di Jakarta, Rabu (30/1).
Gita balas menyatakan impor baik, asal bisa membantu sebuah negara merangkak di rantai nilai. Karena itu dia tidak mempermasalahkan neraca perdagangan defisit tahun lalu, karena hal itu disebabkan banyaknya impor barang modal.
Gita menyerang balik dengan menyindir sikap warga Amerika yang sensitif dengan sikap proteksi negara luar. Dia juga menyebut negeri adidaya ini kurang paham esensi perdagangan yang adil.
"Konon lebih banyak orang Amerika yang lebih percaya UFO dibanding fair trade," cetus Gita di tempat yang sama.
Strategi merangkul Indonesia tidak hanya dilakukan dengan cara yang "keras". Tapi juga dilakukan dengan cara yang diplomatis dengan mengajak Indonesia masuk dalam forum kerja sama Trans Pacific Partnership (TPP). Amerika Serikat adalah inisiator TPP.
Namun, Kementerian Perdagangan sampai sekarang masih mengkaji untung-rugi bergabung dengan forum baru yang mirip APEC ini.
Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo, Indonesia masih pikir-pikir untuk bergabung. Sebab, salah satu kerugian bergabung adalah tuntutan bahwa setiap negara anggota forum ini bersedia diatur untuk membuat undang-undang sesuai arahan TPP.
"Apakah kita mau perumusan peraturan perundang-undangan kita tunduk pada aturan seperti itu," ujar Iman.
Beberapa undang-undang yang diminta direformasi bila Indonesia bergabung dengan TPP adalah aturan mengenai investasi, pelayanan publik, pelestarian lingkungan, dan perburuhan.
Iman mengakui sentimen nasionalisme membuat pemerintah tidak terlalu antusias menanggapi tawaran Amerika itu.
"Bukan berarti Indonesia tidak ingin menghargai lingkungan atau hak-hak pekerja, kita sangat serius mengurus masalah itu. Tapi apakah kita siap kebijakan lingkungan dan hak pekerja diatur dalam konteks ini, sehingga kedaulatan kita sedikit tergerus," paparnya.
TPP merupakan forum sembilan negara maju lintas Pasifik, termasuk di dalamnya adalah Amerika Serikat, Singapura, dan Australia yang terbentuk sejak tahun lalu.
Jepang, Kanada, Meksiko, dan Korea Selatan rencananya akan bergabung pula tahun ini. Rencananya negara anggota TPP akan mengupayakan pengurangan tarif dan meningkatkan volume ekspor masing-masing. Baca selengkapnya »
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment